Akhir-akhir ini istilah resesi menjadi banyak diperbincangkan dalam kancah ekonomi bahkan menjadi topik percakapan publik sehari-hari. Dalam ilmu ekonomi, resesi adalah kontraksi siklus bisnis ketika terjadi penurunan aktivitas ekonomi secara umum. Jadi dalam konteks siklus bisnis, resesi adalah hal yang wajar, karena ekonomi dari waktu ke waktu akan bergerak terlalu cepat dan mencapai kapasitas optimalnya. Secara mikro, perusahaan dapat tumbuh dengan cepat dan menjadi besar sehingga pertumbuhan pendapatannya melambat seiring dengan terbatasnya permintaan, munculnya kompetisi dan lain-lain. Lalu perusahaan berinovasi dan kembali menemukan cara untuk dapat tumbuh kembali. Secara akumulatif bisa saja ini terjadi di perekonomian suatu negara. Pemerintah dapat turun tangan dengan berbagai kebijakan untuk mendinginkan kembali ekonomi sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang ideal.
Saat ini, yang memicu potensi resesi di Indonesia dan bahkan di seluruh dunia adalah pandemi Covid 19. Faktor tunggal ini memang berbeda dari resesi yang disebabkan siklus bisnis normal. Solusi utama tentunya mencari vaksin Covid 19 dan semuanya bisa kembali normal. Di sini faktor psikologis menjadi penting. Buat sebagian pelaku pasar, faktor ketidakpastian ini cukup tinggi sehingga mereka memilih keluar dari instrumen saham maupun obligasi mengingat fluktuasi harganya sangat tinggi dan dapat terkoreksi dengan sangat cepat. Buat sebagian pelaku lainnya, ini bisa dijadikan momentum untuk mengakumulasi portofolio investasi.
Selain aktivitas pencarian vaksin, pemerintah di seluruh dunia mencoba menghentikan atau memperlambat pandemi ini melalui berbagai upaya dan kebijakan. Di Indonesia, selain upaya di sektor kesehatan, berbagai stimulus mulai diluncurkan sebagai solusi transisi. Kebijakan fiskal dan moneter terus dilakukan. Berbagai kebijakan ini dilakukan agar dampak ekonomi terutama pada daya beli khususnya kelompok masyarakat terdampat tidak memburuk dan dapat melewati masa tunggu ini. Demikian juga PSBB termasuk salah satu upaya penanganan pandemi namun masih memberikan ruang kegiatan ekonomi agar tetap berjalan.
Bagaimana dengan peluang investasi bila dikaitkan dengan kekhawatiran akan terjadinya resesi dimasa pandemik ini? Ulasan pakar ekonomi adalah seperti demikian;
Harga IHSG sudah turun 22% tahun ini, hal ini menawarkan kesempatan untuk melakukan investasi di harga rendah. Kondisi pandemik tentunya tidak bisa diprediksi kapan akan selesai, namun dengan perkembangan teknologi, kemampuan manusia menemukan solusi tentunya semakin cepat dan baik. Berbagai badan dunia memperkirakan tahun depan ekonomi dunia mulai pulih dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5.4% dari minus 4.9% di tahun ini.
Mengacu pada analisa diatas maka investasi diberbagai jenis instrumen pasar modal seperti saham, obligasi dan instrumen lainnya merupakan pilihan yang disarankan pada saat ini.
Dengan catatan bagi investor “agar bisa mencapai tujuan investasi yang menguntungkan, berinvestasilah dengan disiplin dan sabar”
Ulasan tentang reksadana dapat dibaca pada artikel Apa yang dimaksud reksadana